Sunday 8 January 2017

Mengapa Menikah?

Setelah menikah pertanyaan di atas kerap mendatangi telinga saya dan menyalurkan ke otak untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu. Tergantung siapa yang bertanya, kadang saya tanggapi dengan serius tak jarang saya jawab dengan guyon sekalian saya bumbui dengan alay. Saya pun suka menanyakan alasan di atas kepada orang-orang terdekat saya. Saya rangkum dan masih tersimpan di memori saya bagaimana raut wajah mereka saat menjawab. Saya tidak akan membahas alasan menikah karena agama di sini. 


Bahagia? 
Selama ini belum menemukan cara untuk merayakan kebahagiaan? Malang benar nasibmu. Nasihat para tetua, kamu salah jika asamu menemukan kebahagiaan hakiki dalam pernikahan. Karena akan ada satu masa di dalam pernikahan ketika kebahagianmu pribadi tidak lagi berarti banyak. Menginginkan kebahagiaan keluarga, dengan menikah kita beranggapan akan membahagiakan semua orang di silsilah keluarga. Mulia sekali, jika kita sudah siap menikah. Kalau belum? ðŸ˜¬ðŸ˜¬


Status?
Hidup bersosialisasi tak jarang bahkan sering menanyakan statusmu dan apa yang telah kamu capai tanpa peduli bagaimana kamu menggapainya. Mereka hanya peduli hasil. Hasil. 


Legal sex?
Siapa yang tidak risih jika check-in ke hotel bersama pasangan tetapi masih jelas tertera belum menikah. Apalagi dengan muka yang cocok menjadi anak SMA. 


Kemapanan?
Lulus sekolah, kerja, tabungan untuk rumah & kendaraan. Merasa cukup untuk hidup berdua tanpa merugikan orang lain.

Intinya, menikah itu pilihan. Pernikahan adalah permulaan suatu pengalaman seumur hidup. Kesiapan tergantung dirimu bukan karena orang lain. Jangan hanya terpancing karena pertanyaan ''kapan nikah? sehingga gegabah mengambil keputusan. Karena jika kamu terlalu peduli dengan omongan orang lain. Setelah menikah kamu akan menghadapi pertanyaan "udah hamil belum?"