Tuesday 15 July 2014

KELUHAN ANDA TIDAK SEBANDING DENGAN PELUH ORANG YANG MENGINGINKAN POSISI ANDA

Hai teman, tulisan ini pernah saya muat di blog yang ini pada tanggal 27 Februari 2014. Semoga kalian lebih bersyukur dengan keadaan kalian. Fighting --9




“Mbak, bayar berapa?”
“Gak bayar, Bu”jawab saya
“Oh…” jawab Sang Ibu sambil melihat kantong berisi obat di tangan kanan saya.
        Saya kemudian mengamati Sang Ibu, beliau ibu muda  yang berpakaian lusuh sambil menggendong anaknya yang terus menangis. Mungkin  Sang Ibu belum terbiasa berobat di Puskesmas ini, bahwa biaya obat sudah termasuk dalam biaya pendaftaran yang tadi dibayarkan di awal.
        Kejadian tersebut terjadi ditahun 2006 saat saya duduk di kelas 2 SMA, kalau tidak salah saat pertengahan semester, Salmonella typhi kembali bangkit dalam tubuh saya yang membuat saya dirawat di Puskesmas Rawat Inap yang dekat rumah saya. Ibu saya sangat takut melihat saya jika kambuh penyakit saya ini. Sehingga secepat kilat membawa saya kesini.
          Udahlah gak usah banyak menye-menye, intinya saya beruntung karena bapak ibu saya bekerja dan memiliki jaminan kesehatan untuk seluruh keluarga sehingga kalau saya sakit, tidak terlalu ribet berurusan dengan biaya.
         Nah bagaimana dengan  ibu muda tadi? Di sini, saya bukan mau memandang sebelah mata ibu tadi. Bisa jadi tidak memiliki jaminan kesehatan. Bahwa kesehatan itu amat mahal baginya. masih bingung dengan alur berobat di instansi pemerintahan. 
         Delapan tahun berlalu, dan saya sekarang bekerja di Puskesmas. Saya benyak mengambil pengalaman dari pekerjaan ini. Kenyataannya, banyak orang yang masuk kategori belum mampu dan tidak mendapat jaminan kesehatan. Mungkin ada anggapan berobat di Puskesmas itu murah. Biaya pendaftaran tidak sampai Rp. 5.000,00. Kalau Anda bekerja sebagai orang lapangan yang bertemu langsung dengan pasien dan berinteraksi langsung dengan pasien, pastilah Anda memahami bahwa tidak semua pasien menganggap berobat di Puskesmas itu barang murah.
Kasus 1:
Tn. A, 40 tahun, duda, di rumah hanya dengan ibunya, punya penyakit menahun dan tidak terdaftar jaminan kesehatan.  Malah adiknya yang mendapat jaminan, adiknya. Akhirnya dengan kebijakan staf Puskesmas, Tn. A dapat berobat di Puskesmas kami dengan jaminan kesehatan adiknya tersebut. Akan tetapi, dia hanya di  bisa memakainya Puskesmas kami dan kami tidak bisa memberi dia rujukan ke instansi yang lebih tinggi dengan menggunakan jaminan kesehatan milik adiknya.
Kasus 2 :
Ny. B, 20 tahun, punya anak 1 berumur 2 tahun. Menuju puskesmas membutuhkan biaya Rp. 10.000,00 untuk ojek pulang pergi. Akhirnya, untuk menghemat biaya dia jalan kaki membutuhkan waktu 40 menit untuk jalan kaki. Memang biaya berobat gratis tapi dia mengeluarkan biaya untuk transportasinya. Bisa Anda bayangkan? Puskesmas tempat kerja saya berada di ibukota provinsi di Pulau Jawa. miris bukan?
Demikian saudara, semoga Anda tidak terlalu mengeluhkan hidup Anda. Banyak orang yang menginginkan posisi Anda. Keluhan Anda tidak sebanding dengan peluh orang yang menginginkan posisi Anda.

No comments:

Post a Comment