Friday 11 July 2014

PERJALANAN KE TIMUR


Tulisan ini pernah saya muat tanggal 29 November 2013 di sini .
Sabtu, 9 November 2013.
        Ini kali pertama saya naik kereta menuju ibukota Jawa Timur, yang sebelumnya hanya bisa menjejakkan Provinsi Jawa Timur saat berkelana ke Pulau Bali pada tahun 2007 (lama bingit keleus). Bayangan saya sebelum masuk ke dalam kereta Mutiara Selatan, pasti perjalanan ini menjemukan. Bayangkan saja 12 jam perjalanan Bandung-Surabaya dihabiskan duduk di bangku kereta. Melewati 3x waktu sholat di kereta dan makan malam di kereta, itu pasti saat tidak mengenakkan. Tak terbayang bagaimana bentuk pantat saya setelah menempuh 24 jam perjalanan pulang  pergi. Ah, saya tepis pikiran negatif tersebut, saya mencoba bermimpi berbertemu dengan pria yang menyenangkan selama perjalanan ini.
        Satu jam setelah berangkat dari Stasiun Kiaracondong, tempat duduk saya masih kosong, ah… pupus sudah harapan saya mengobrol dengan pria menyenangkan. Saya mencoba mengambil hikmah, bahwa sampai  Surabaya saya bisa meluruskan punggung saya tanpa harus tidur dalam posisi duduk. 
        Sudut mata kanan saya melihat spemandangan yang membuat saya bahagia. Bangku belakang seberang saya (bagaimana menjelaskannya yah? Intinya bangku seberang tapi dibelakang saya atau  sebelah serong saya), ada pria berumur kira-kira 60 tahun sedang menundukkan kepalanya. Mata saya mulai usil, saya menoleh dan curi-curi pandang kepada bapak yang sedang melaksanakan Sholat Maghrib. Woooow…jarang saya temui ada yang yang menyempatkan sholat di dalam kereta (NDESO I).
        Saya pun menyantap hamburger setelah puas curi-curi pandang dan melaksanakan 2x kewajiban saya sambil melihat kanan kiri. Yang ada hanya kegelapan malam, lampu-lampu cantik saat melintasi kota Garut. Inilah yang membuat saya suka naik kereta pada malam hari, lampu-lampu terlihat seperti bintang. Apalagi ditambah keadaan geografis jalur selatan yang penuh dengan gunung membuat saya puas melihat kerlip lampu dan hati bergetar saat kereta melambat di tanjakan (takut kereta mogok cyiiiiiiiinnn). Setelah makan terbitlah kantuk, begitulah saya apalagi ditambah tadi sebelum berangkat saya sudah minum obat anti mabok (NDESO 2). Rasa kantuk menyerang membuat saya menata bantal, memakai jaket dan kaos kaki dan berharap tidur sampai Surabaya.
         Jika anda sering naik kereta pasti keinginan untuk tidur sampai tempat tujuan adalah hal mustahil. Terbukti dengan saya, saya terbangun oleh peluit saat berhenti di stasiun. Namanya wong ndeso, bangun sebentar dan tidur lagi, hahahahahaha(NDESO 3). Stasiun Tugu, di sini saya harus berbagi tempat dengan penumpang dari Jogjakarta. Ah, seorang pria setengah baya, kami basa basi menanyakan asal, pekerjaan, tempat tinggal, alasan memilih pekerjaan dan masalah indah di dunia ini, cinta…
        Beliau lulusan salah satu universitas swasta di Jogjakarta dan bekerja di perusahaan swasta. Kisah cinta beliau cukup menyentuh. Setelah pacaran dari SMA sampai kuliah tingkat 2, beliau hanya ditinggal pergi begitu saja oleh kekasihnya dulu
“Saya masih ingat Mbak, wajah dia saat berpisah sambil menyerahkan sapu tangan. Dia pergi begitu saja tanpa alasan”  
“Hari itu masih jelas di depan mata saya, Mbak” mata beliau sambil menerawang jauh. Pak, aku pun tahu rasanya
Beliau bercerita, beruntung beliau tidak masuk ke rumah sakit jiwa setelah berpisah tanpa alasan. Beliau meneruskan kuliah dan akhirnya menikah dengan teman satu kelas di kampusnya.
“Saran saya sebagai laki-laki, Mbak. Njenengan harus mendukung calon Njenengan, takutnya dia jadi trauma dan ndak mau menikah”
“Apalagi kedua keluarga sudah saling mengenal, kalaupun Njenengan mau menyerah, berpisahlah dengan baik-baik”
FYI, jarak umur beliau dengan kekasihnya dulu cukup jauh, beliau sudah akrab dengan keluarga sang mantan. Sang mantan sudah dianggap anak wadon di keluarga beliau dan beliau selalu menjemput sang mantan saat sekolah. Bisa kita bayangkan, betapa perihnya beliau saat ditinggalkan.
Time flies so fast….
“Entah bagaimana caranya dia tahu nomor telepon saya, Mbak. Setelah 10 tahun kejadian itu dia tiba-tiba menelpon dan menangis”
“Bapak pernah ketemu sama beliau, Pak?” Tanya saya penasaran
“Pernah…Dia curhat masalah anaknya yang punya kelainan jantung dan harus dioperasi, saraf suaminya ada yang terjepit”
“Dia nangis sambil meminta maaf, Mbak. Menurut dia ini karma karena meninggalkan saya”
“Pesan saya, Mbak. Bukannya saya mendoakan yang jelek, tapi hidup itu berputar kita takkan pernah tahu masa depan”
“Maaf Pak, apa istri bapak tahu kalau Bapak ketemu sama beliau?” mungkin ini pertanyaan lancang, tapi rasa penasaran saya menggelitik
Beliau tersenyum simpul “Ya ndak  Mbak, Saya menjaga perasaan Nyonya” (beliau memanggil istrinya dengan sebutan “nyonya”)
“Saya tahu batasan, saat bertemu dia, saya hanya berperan segai teman dan memberi dia saran.”
“…….” Hanya bisa mengangguk-angguk
Pelajaran yang bisaya saya simpulkan saat Bapak ini bercerita :
  1. Setiap orang mempunyai masa lalu, tetapi masa lalu hanya batu loncatan untuk masa depan.
  2. Cinta pertama selalu punya tempat tersendiri.
  3. Lelaki sangat menjaga perasaan wanita. (pasangan saya pun iya)
Beliau melanjutkan pembicaraan “Mantan saya satu profesi dengan Njenengan, Mbak.”
Saya hanya bisa menjawab “Hah?”

Sesampai di Stasiun Gubeng, kami berpisah dan berjabat tangan. Beliau menyemangati saya “Semoga berhasil, Mbak. Sampai ketemu lain waktu”
       Kami tidak bertanya nama maupun nomor telepon, tetapi harapan saya semoga Alloh menghendaki pertemuan kedua kami dan saya bersedia menjadi pendengar beliau. Beliau pintar bercerita, memberi saran pun tidak terkesan menggurui. Beliau tidak memandang remeh saya, karena umur saya jauh lebih muda daripada beliau.
       Sayang sekali, saat perjalanan pulang ke Bandung saya tidak bersebelahan dengan pria menyenangkan. Tetapi, mendapat ilmu baru dari seorang ibu yang bekerja sebagai agen asuransi. Selama perjalanan Bandung-Solo, saya berusaha menggali ilmu tentang asuransi. Karena saya masih awam tentang asuransi. Dan beliau menawari saya pekerjaan sebagai agen asuransi. Saya hanya menjawab “Inshaa Alloh Bu, tapi terimakasih untuk ilmu yang baru ini”
       Oh iya saya lupa, walaupun sebelah saya bukan pria menyenangkan tetapi serong depan saya duduklah seorang pria berumur 20-27 tahun. Yang saya kagumi dari dia, dia menunaikan sholat di kereta dan hasil gambarnya bagus. Setelah kereta berangkat dari Stasiun Gubeng, dia sibuk mencorat-coret di kertas HVS, dan woooww hasilnya bagus. Tetapi point yang saya sukai, tangan dia saat menggambar SANGAT SEXY ! (NDESO 4).Sayang, dia melirik saya pun tidak.
Hati saya mudah lumer terhadap pria yang pintar menggambar.
       Saya hanya berharap, semoga Alloh menghendaki pertemuan kedua saya dengan dia di Bandung. Karena dia turun di stasiun yang sama dengan saya, Stasiun Kiaracondong. Walaupun saya tidak menjamin saya masih ingat mukanya tidak, karena saya hanya mengingat mukanya samar-samar.
      Itulah mengapa saya menyukai perjalanan, bertemu dengan orang baru, belajar menyesuaikan diri dan keadaan, dan yang terpenting mendapat pengalaman baru. Pengalaman tidak harus kita alami sendiri, karena waktu kita tidak tidak akan cukup untuk mencoba hal yang baru. Pengalaman orang lain adalh pengalaman kita juga. Bertemu pria ganteng atau sexy adalah bonus dari perjalanan.HAHAHAHAHAHAHAHAHA :)

Salam cium,
Perempuan yang mencintai kenangan.

di ambil dari google

No comments:

Post a Comment